MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN


LAPORAN KELOMPOK
ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN



Dosen pembimbing :
Dwi Kurnia S.keb.Bd
Nama kelompok SGD 1 :
1.  Ainur Rohmah                               11.  Dian nur Apriyani
2. Ajeng gita Amalia                           12.  Dyah Ayu Rahmawati
3. Anika Nurfadilatin                          13.  Evi Puspita
4. Aniqotul fitriyah                             14.  Fadlilah Ulfa Cahyani
5. Avo dewi Nurchasanah                  15.  Fifik nur kholisoh
6. Avyn malita pamungkas                 16.  Hidayatul Chusna
7. Deni sri wahyuni                             17.  Ika Nur Faristi
8. Deni Andriana ristiva                      18.  Ika Putri Nugraheni
9. Desi bertika Ratma                         19.  Indah Lismawati
10. Dewi Jumiati                                 20.  Intan Indah Ma’arifatin
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA  TUBAN
PRODI D3 KEBIDANAN
JL.DIPONEGORO  17 TUBAN
TAHUN AKADEMIK 2013 – 2014

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
            Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan kelompok yang berjudul Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin Kala II.
Dalam penulisan laporan kelompok ini, kami menemui banyak hambatan dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan mengenai hal yang berkenaan dengan penulisan laporan kelompok ini. Kami ucapkan terimakasih kepada :
1.      H.Miftahul Munir.,SKM,M.Kes selaku kepala STIKES NU TUBAN
2.      Dwi Kurnia S.keb.Bd selaku pembimbing mata kuliah Asuhan Kebidanan Persalinan
3.      Seluruh mahasiswa dan pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan kelompok ini
Harapan kami, laporan kelompok ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta menjadi referensi khususnya bagi kami dalam mengarungi masa depan. Kami sadar bahwa laporan kelompok ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk memperbaiki karya tulis kami selanjutnya.
Wassalammu’alaikum Wr.Wb.

Tuban, 27 September 2013


Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................         i
KATA PENGANTAR..............................................................................................        ii
DAFTAR ISI............................................................................................................       iii
BAB I     PENDAHULUAN                
1.1        Latar Belakang.................................................................................        4     
1.2        Batasan Topik..................................................................................      5
1.3        Trigger Case I..................................................................................        6
BAB II    PEMBAHASAN
2.1        Clarity Unfamiliar............................................................................        7
2.2        Perubahan fisiologis pada kala II persalinan....................................
2.2.1 Kontraksi, dorongan otot-otot dinding uterus..........................        8
2.2.2 Uterus.....................................................................................      10
2.2.3 Pergeseran organ dasar panggul..............................................      11
2.2.4 Ekspulsi janin.........................................................................      12
2.3 Asuhan sayang ibu dan posisi meneran...............................................      12
2.3.1 Asuhan kala II pada ibu bersalin.............................................      16
2.4 Melakukan amniotomi dan episiotomi.................................................
2.4.1 Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban............................      20
2.4.2 Episiotomi.................................................................................      24
BAB III  PENUTUP
3.1        Ringkasan........................................................................................      30

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan adalah proses di mana seorang wanita hamil yang akan melahirkan anak atau janin yang sudah dikandungnya selama sembilan bulan lamanya. Persalinan ini biasanya berlangsung selama 7-18 jam dimulai dari adanya his atau kontraksi dan penambahan pembukaan jalan lahir dan bisa juga diartikan sebagai pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
Meskipun persalinan cukup tinggi, yaitu 3,5 juta kasus. Dari perkiraan tersebut, persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di perkirakan 72,8%. Setiap satu persen persalinan akan mengubah jumlah penduduk cukup banyak. Dalam hal ini, Indonesia sedang mengupayakan menekan angka persalinan menjadi 0,7%.Sejauh ini jumlah persalinan 1,2% setiap tahunnya, seperti halnya persalinan di rumah sakit sebanyak 20%, praktek bidan swasta sore sebanyak 30% dan bidan desa sebanyak 50%. Jika hal ini masih bertahan, maka 50 tahun mendatang jumlah penduduk Indonesia bisa mencapai setengah miliyar.Di sini Direktur Indonesia juga menambahkan pada tahun 2009 persalinan sebesar 228 per 100 persalinan dibandingkan angka persalinan yang di syaratkan (Republika, 2009).
Pada dasarnya persalinan membutuhkan asuhan kebidanan demi lancarnya proses persalinan tersebut. Dengan demikian persalinan dapat dengan mudah dilalui oleh pasien yang akan melahirkan. Asuhan kebidanan adalah asuhan yang diberikan oleh bidan atau tenaga pelayanan lainya kepada pasien atau konsumennya. Asuhan di sini pada dasarnya adalah pengambilan keputusan dan tindakan apa yang harus dilakukan bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup prakteknya berdasarkan ilmu kebidanan yang diperolehnya. Mulai dari pengkajian, perumusan masalah, diagnosa dan masalah kebidanan lainya
Pengalaman merupakan hal yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-harinya. Pengalaman juga sangat berharga bagi setiap manusia, dan pengalaman juga dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia. Pengalaman ibu bersalin terhadap asuhan kebidanan rawat inap juga hal yang tak dapat terlupakan, karena hampir semua ibu yang bersalin mengharapkan hal yang terbaik untuk ia dan bayinya.

1.2 Batasan Topik
Dalam masa dewasa ini dimana perkembangan IPTEK sangat maju pesat, membuat bidan maupun penerima jasa pelayanan bidan (Ibu hamil, melahirkan, nifas dan menyusui) semakin kritis  terhadap mutu pelayanan kebidanan. Dengan demikian pelayanan kebidanan yang hanya mengandalkan pengalaman maupun kepercayaan tidak dianjurkan karena tidak dapat dipertanggungjawabkan.  Dalam asuhan kebidanan dibutuhkan suatu asuhan kebidanan yang komperhensif , efisien, mudah dicakup oleh keseluruhan ibu hamil dan juga sesuai dengan standart operasional prosedur yang sudah ditetapkan agar suatun proses pelayanan kebidanan terutama persalinan dapat terjadi dengan normal dan lancar tanpa adanya komplikasi.
Dalam Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin perubahan fisiologis pada kala I, terutama kala II, dan kala III serta kala IV untuk pemantauan kontraksi, dorongan otot-otot dinding uterus, jalanya mekanisme persalinan normal  dan mulai proses ekspulsi janin. Dalam pelayanan  yang komperhensif ini juga pelayanan harus berdasar pada segala asuhan yang bertujuan pada ibu yaitu asuhan sayang ibu atau asuhan yang menghargai kebudayaan serta keinginan ibu yang berisi mengenai bagaimana pemantauan jalannya persalinan agar keadaan ibu, keadaan janin dan kemajuan persalinan dapat terpantau dan terencana jika terjadi suatu rujukan yang diperlukan.
Dalam suatu tindakan pertolongan persalinan sesuai dengan Asuhan Persalinan normal yang kini menjadi 58 langkah tindakan atau intervensi bidan juga dibutuhkan untuk melancarkan jalannya persalinan yang tentunya dapat dilakukan sesuai dengan prosedur misalnya dengan tekhnik amniotomi atau pemecahan selaput ketuban sesuai indikasi dan juga episiotomi atau insisi pada jalan lahir untuk memudahkan persalinan sesuai dengan indikasi agar Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin yang komperhensif yang aman dapat tercapai dan terwujud.
1.3 TRIGGER CASE I
Ibu “S” sedang dalam proses persalinan (inpartu). Merupakan persalinan anak yang ke 2. Anak yang pertama berusia 6 tahun. Persalinannya sangat lama sampai ibu itu harus berpindah pindah posisi untuk mengejan. Ibu juga mengatakan bahwa ketubannya harus dipecahkan oleh bidan. Tidak seperti persalinan yang pertama yang ketubannya sudah pecah sendiri sebelum ibu berangkat ke tempat bersalin.
Jelaskan fenomena tersebut.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Clarity Unfamiliar
1.      Bidan
2.      Proses alamiah
3.      Posisi
4.      Tempat bersalin
5.      Mengejan
6.      Ketuban pecah
7.      Operasi caesar
8.      Kebrojolan
9.      Penolong
10.  Memberikan pelayanan yang terbaik
11.  Didampingi
12.  Melahirkan
Arrange Explanation into a tentevie solution
1.      Bidan adalah orang (wanita) yang mempunyai keahlian dan berpendidikan dalam bidang kesehatan dan sudah disahkan oleh negara.
2.      Proses alamiah :
Ø  Proses yang tidak menggunakan obat-obatan perangsang.
Ø  Proses dimana seorang ibu melahirkan tanpa menggunakan alat bantuan (obat) yaitu dengan cara tenaga ibu sendiri (tanpa bantuan alat seperti korsep atau fakum).
3.  Posisi adalah keadaan dimana yang dianggap nyaman saat ibu bersalin.
4. Tempat bersalin adalah tempat dimana seorang ibu untuk bersalin, dimana tempat tersebut terdapat tenaga kesehatan yang dapat membantu proses persalinan dengan dilengkapi peralatan medis yang lengkap.
5.  Mengejan :
Ø  Kondisi alamiah yang memungkinkan ibu meneran dari bayinya tersebut yang akan lahir.
Ø  Tenaga atau dorongan yang dikeluarkan ibu saat bersalin yang ditandai dengan menegangnya otot-otot pada dinding uterus.
6. Ketuban pecah adalah seorang ibu bersalin selalu ditandai ketuban pecah, agar janin dapat keluar dengan mudah.
7. Operasi caesar adalah tindakan medis yang dilakukan tenaga kesehatan (dokter) atas indikasi medis.
8. Kebrojolan adalah seorang ibu yang akan melahirkan dimana bayinya tersebut sudah berada diluar sebelum ada tenaga medis atau tanpa dampingan seorang penolong.
9. Penolong :
Ø  Seseorang yang sukarela untuk membantu seseorang.
Ø  Seseorang yang berjasa dalam membantu proses persalinan.
10. Memberikan pelayanan yang terbaik adalah suatu pelayanan yang diberikan kepada klien secara layak sesuai prosedur (asuhan sayang ibu).
11. Didampingi adalah seseorang yang dibutuhkan saat persalinan dengan kemauan ibu bersalin sendiri serta bisa memberikan dukungan dan motivasi.
12. Melahirkan adalah seorang wanita dalam proses mengeluarkan janin dan plasenta dari perut ibu.
2.2 Perubahan fisiologis pada kala II persalinan
2.2.1 Kontraksi, dorongan otot-otot dinding uterus
Kontraksi uterus pada persalinan mempunyai sifat tersendiri. Kontraksi menimbulkan nyeri, merupakan satu-satunya kontraksi normal muskulus. Kontraksi ini dikendalikan oleh syaraf intrinsik, tidak disadari, tidak dapat diatur oleh ibu bersalin, baik frekuensi maupun lama kontraksi (Sumarah, 2008).
Sifat khas :
·         Rasa sakit dari fundus merata ke seluruh uterus sampai berlanjut ke punggung bawah.
·         Penyebab rasa nyeri belum diketahui secara pasti. Beberapa dugaan penyebab antara lain :
Ø  Pada saat kontraksi terjadi kekurangan O2 pada miometrium.
Ø  Penekanan ganglion syarat di serviks dan uterus bagian bawah.
Ø  Peregangan serviks akibat dari pelebaran serviks.
Ø  Peregangan peritoneum sebagai organ yang menyelimuti uterus.
Pada waktu selang kontraksi atau periode relaksasi diantara kontraksi memberikan dampak berfungsinya sistem-sistem dalam tubuh, antara lain :
·         Memberikan kesempatan pada jaringan otot-otot uterine untuk beristirahat agar tidak menurunkan fungsinya oleh karena kontraksi yang kuat secara terus menerus.
·         Memberikan kesempatan kepada ibu untuk istirahat, karena rasa sakit selama kontraksi.
·         Menjaga kesehatan janin karena pada saat kontraksi uterus mengakibatkan konstriksi pembuluh darah plasenta sehingga bila secara terus menerus berkontraksi, maka akan menyebabkan hipoksia, anoksia, dan kematian janin.
       Pada pemeriksaan kontraksi uterus tidak hanya meliputi : frekuensi, durasi atau lama dan intensitas atau kuat-lemah, tetapi perlu diperhatikan juga pengaruh dari ketiga hal tersebut mulai dari kontraksi yang belum teratur hingga akhir persalinan. Misalnya pada awal persalinan, kontraksi uterus setiap 20-30 menit selama 20-25 detik, intensitas ringan lama-kelamaan menjadi 2-3 menit, lama 60-90 detik, maka hal ini akan menghasilkan pengeluaran janin. Bila ibu bersalin mulai berkontraksi selama 5 menit selama 50-60 detik dengan intensitas cukup kuat maka dapat terjadi kontraksi tidak dapat teratur, frekuensi lebih sering, durasi lebih lama. Terkadang dapat terjadi disfungsi uterin, yaitu kemajuan proses persalinan yang meliputi dilatasi servik/pelebaran serviks, mekanisme penurunan kepala memakan waktu yang lama, tidak sesuai dengan harapan.
       Kontraksi uterus bervariasi pada setiap bagian karena mempunyai pola gradien. Kontraksi yang kuat mulai dari fundus hingga berangsur-angsur berkurang dan tidak ada sama sekali kontraksi pada serviks. Hal ini memberikan efek pada uterus sehingga uterus terbagi menjadi dua zona yaitu zona atas dan zona bawah uterus. Zona atas merupakan zona yang berfungsi mengeluarkan janin karena merupakan zona yang berkontraksi dan menebal, dan sifatnya aktif. Zona ini terbentuk akibat mekanisme kontraksi otot. Pada saat relaksasi panjang otot tidak bisa kembali ke ukuran semula, ukuran panjang otot selama masa relaksasi semakin memendek, dan setiap terjadi relaksasi ukuran panjang otot semakin memendek dan demikian seterusnya setiap kali terjadi relaksasi sehingga zona atas semakin menebal dan mencapai batas tertentu pada saat zona bawah semakin tipis dan luas.
       Sedangkan zona bawah terdiri dari istmus dan serviks uteri. Pada saat persalinan istmus uteri disebut sebagai segmen bawah rahim. Zona ini sifatnya pasif tidak berkontraksi seperti zona atas. Zona bawah menjadi tipis dan membuka akibat dari sifat pasif dan berpengaruh dari kontraksi pada zona atas sehingga janin dapat melewatinya. Jika zona bawah ikut berkontraksi seperti zona atas maka tidak dapat terjadi dilatasi atau pembukaan servik, hal ini dapat mempersulit proses persalinan.

2.2.2 Uterus
       Uterus terbentuk dari pertemuan duktus Muller kanan dan kiri digaris tengah sehingga otot rahim terbentuk dari dua spiral yang saling beranyaman dan membentuk sudut disebelah kanan dan kiri sehingga pembuluh darah dapet tertutup dengan kuat saat terjadi kontraksi (Myles, 2009).
Terjadi perbedaan pada bagian uterus :
1.    Segmen atas :  bagian yang berkontraksi, bila dilakukan palpasi akan teraba keras saat kontraksi.
2.    Segmen bawah : terdiri atas uterus dan cerviks, merupakan daerah yang teregang, bersifat pasif. Hal ini mengakibatkan pemendekan segmen bawah uterus.
3.    Batas antara segmen atas dan segmen bawah uterus membentuk lingkaran cincin retraksi fisiologis. Pada keadaan kontraksi uterus inkoordinasi akan membentuk cincin retraksi patologis yang dinamakan cincin bandl.
Perubahan bentuk :
       Bentuk uterus menjadi oval yang disebabkan adanya pergerakan tubuh janin yang semula membungkuk menjadi tegap, sehingga uterus bertambah panjang 5-10 cm.

2.2.3 Pergeseran organ dasar panggul
       Jalan lahir disokong dan secara fungsional ditutup oleh sejumlah lapisan jaringan yang bersama-sama membentuk dasar panggul.Struktur yang paling penting adalah m. levator ani dan fasia yang membungkus permukaan atas dan bawahnya, yang demi praktisnya dapat dianggap sebagai dasar panggul.Kelompok otot ini menutup ujung bawah rongga panggul sebagai sebuah diafragma sehingga memperlihatkan permukaan atas yang cekung dan bagian bawah yang cembung. Di sisi lain, m. levator ani terdiri atas bagian pubokoksigeus dan iliokoksigeus. Bagian posterior dan lateral dasar panggul, yang tidak diisi oleh m. levator ani, diisi oleh m. piriformis dan m. koksigeus pada sisi lain.
       Ketebalan m. levator ani bervariasi dari 3 sampai 5 mm meskipun tepi-tepinya yang melingkari rektum dan vagina agak tebal.Selama kehamilan, m. levator ini biasanya mengalami hipertrofi.Pada pemeriksaan pervaginam tepi dalam otot ini dapat diraba sebagai tali tebal yang membentang ke belakang dari pubis dan melingkari vagina sekitar 2 cm di atas himen.Sewaktu kontraksi, m. levator ani menarik rektum dan vagina ke atas sesuai arah simfisis pubis sehingga bekerja menutup vagina.Otot-otot perineum yang lebih superfisial terlalu halus untuk berfungsi lebih dari sekadar sebagai penyokong (Sarwono, 2008).
       Pada kala satu persalinan selaput ketuban dan bagian terbawah janin memainkan peran penting untuk membuka bagian atas vagina.Namun, setelah ketuban pecah, perubahan-perubahan dasar panggul seluruhnya dihasilkan oleh tekanan yang diberikan oleh bagian terbawah janin. Perubahan yang paling nyata terdiri atas peregangan serabut-serabut m. levatores ani dan penipisan bagian tengah perineum, yang berubah bentuk dari massa jaringan terbentuk baji setebal 5 cm menjadi (kalau tidak dilakukan episiotomi) struktur membran tipis yang hampir transparan dengan tebal kurang dari 1 cm. Ketika perineum teregang maksimal, anus nenjadi jelas membuka dan terlihat sebagai lubang berdiameter 2 sampai 3 cm dan di sini dinding anterior rektum menonjol. Jumlah dan besar pembuluh darah yang luar biasa yang memelihara vagina dan dasar panggul menyebabkan kehilangan darah yang amat besar kalau jaringan ini robek.   

2.2.4 Ekspulsi janin
Setelah terjadinya rotasi luar, bahu depan berfungsi sebagai hypomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian setelah kedua bahu lahir disusui lahirlah trochanter depan dan belakang sampai lahir janin seluruhnya. Gerakan kelahiran bahu depan, bahu belakang, badan seluruhnya.

2.3 Asuhan sayang ibu dan posisi meneran
Persalinan adalah proses yang fisiologis dan merupakan kejadian yang menakjubkan bagi seorang ibu dan keluarga. Penatalaksanaan yang terampil dan handal dari bidan serta dukungan yang terus-menerus dengan menghasilkan persalinan yang sehat dan memuaskan  dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan.
Sebagai bidan, ibu akan mengandalkan pengetahuan, keterampilan dan pengambilan keputusan dari apa yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk :
  1. Mendukung ibu dan keluarga baik secara fisik dan emosional selama persalinan dan kelahiran.
  2. Mencegah membuat diagnosa yang tidak tepat, deteksi dini dan penanganankomplikasi selama persalinan dan kelahiran.
  3. Merujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terdeteksi komplikasi.
  4. Memberikan asuhan yang akurat dengan meminimalkan intervensi.
  5. Pencegahaninfeksi yang aman untuk memperkecil resiko.
  6. Pemberitahuan kepada ibu dan keluarga bila akan dilakukan tindakan dan terjadi penyulit.
  7. Memberikan asuhan bayi baru lahir secara tepat.
  8. Pemberian ASI sedini mungkin.
Kebutuhan dasar selama persalinan tidak terlepas dengan asuhan yang diberikan bidan. Asuhan kebidanan yang diberikan, hendaknya asuhan yang sayang ibu dan bayi. Asuhan yang sayang ibu ini akan memberikan perasaan aman dan nyaman selama persalinan dan kelahiran.
Konsep Asuhan Sayang Ibu
Konsep asuhan sayang ibu menurut Pusdiknakes, 2003 adalah sebagai berikut:
  1. Asuhan yang aman berdasarkan evidence based dan ikut meningkatkan kelangsungan hidup ibu. Pemberian asuhan harus saling menghargai budaya, kepercayaan, menjaga privasi, memenuhi kebutuhan dan keinginan ibu.
  2. Asuhan sayang ibu memberikan rasa nyaman dan aman selama prosespersalinan, menghargai kebiasaan budaya, praktik keagamaan dan kepercayaan dengan melibatkan ibu dan keluarga dalam pengambilan keputusan.
  3. Asuhan sayang ibu menghormati kenyataan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah dan tidak perlu intervensi tanpa adanya komplikasi.
  4. Asuhan sayang ibu berpusat pada ibu, bukan pada petugas kesehatan.
  5. Asuhan sayang ibu menjamin ibu dan keluarganya dengan memberitahu tentang apa yang terjadi dan apa yang bisa diharapkan.
Badan Coalition Of Improving Maternity Services (CIMS) melahirkan Safe Motherhood Intiative pada tahun 1987. CIMS merumuskan sepuluh langkahasuhan sayang ibu sebagai berikut:
  1. Menawarkan adanya pendampingan saat melahirkan untuk mendapatkan dukunganemosional dan fisik secara berkesinambungan.
  2. Memberi informasi mengenai praktek kebidanan, termasuk intervensi dan hasil asuhan.
  3. Memberi asuhan yang peka dan responsif dengan kepercayaan, nilai dan adat istiadat.
  4. Memberikan kebebasan bagi ibu yang akan bersalin untuk memilih posisi persalinan yang nyaman bagi ibu.
  5. Merumuskan kebijakan dan prosedur yang jelas untuk pemberian asuhan yang berkesinambungan.
  6. Tidak rutin menggunakan praktek dan prosedur yang tidak didukung oleh penelitian ilmiah tentang manfaatnya, seperti: pencukuran, enema, pemberian cairan intervena, menunda kebutuhan gizi, merobek selaput ketuban, pemantauan janin secara elektronik.
  7. Mengajarkan pada pemberi asuhan dalam metode meringankan rasa nyeri dengan/ tanpa obat-obatan.
  8. Mendorong semua ibu untuk memberi ASI dan mengasuh bayinya secara mandiri.
  9. Menganjurkan tidak menyunat bayi baru lahir jika bukan karena kewajiban agama.
  10. Berupaya untuk mempromosikan pemberian ASI dengan baik.
Prinsip Umum Asuhan Sayang Ibu
Prinsip-prinsip Asuhan sayang ibu adalah sebagai berikut:
  1. Memahami bahwa kelahiran merupakan proses alami dan fisiologis.
  2. Menggunakan cara-cara yang sederhana dan tidak melakukan intervensi tanpa ada indikasi.
  3. Memberikan rasa aman, berdasarkan fakta dan memberi kontribusi pada keselamatan jiwa ibu.
  4. Asuhan yang diberikan berpusat pada ibu.
  5. Menjaga privasi serta kerahasiaan ibu.
  6. Membantu ibu agar merasa aman, nyaman dan didukung secara emosional.
  7. Memastikan ibu mendapat informasi, penjelasan dan konseling yang cukup.
  8. Mendukung ibu dan keluarga untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan.
  9. Menghormati praktek-praktek adat dan keyakinan agama.
  10. Memantau kesejahteraan fisik, psikologis, spiritual dan sosial ibu/ keluarganya selama kehamilan, persalinan dan nifas.
  11. Memfokuskan perhatian pada peningkatan kesehatan dan pencegahanpenyakit.
Asuhan Sayang Ibu Selama Persalinan
Menurut Pusdiknakes (2003), upaya penerapan asuhan sayang ibu selama prosespersalinan meliputi kegiatan:
  1. Memanggil ibu sesuai nama panggilan sehingga akan ada perasaan dekat dengan bidan.
  2. Meminta ijin dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan bidan dalam pemberian asuhan.
  3. Bidan memberikan penjelasan tentang gambaran prosespersalinan yang akan dihadapi ibu dan keluarga.
  4. Memberikan informasi dan menjawab pertanyaan dari ibu dan keluarga sehubungan dengan prosespersalinan.
  5. Mendengarkan dan menanggapi keluhan ibu dan keluarga selama prosespersalinan.
  6. Menyiapkan rencana rujukan atau kolaborasi dengan dokter spesialis apabila terjadi kegawatdaruratan kebidanan.
  7. Memberikan dukungan mental, memberikan rasa percaya diri kepada ibu, serta berusaha memberi rasa nyaman dan aman.
  8. Mempersiapkan persalinan dan kelahiranbayi dengan baik meliputi sarana dan prasarana pertolongan persalinan.
  9. Menganjurkan suami dan keluarga untuk mendampingi ibu selama prosespersalinan.
  10. Membimbing suami dan keluarga tentang cara memperhatikan dan mendukung ibu selama prosespersalinan dan kelahiranbayi, seperti: memberikan makan dan minum, memijit punggung ibu, membantu mengganti posisi ibu, membimbing relaksasi dan mengingatkan untuk berdoa.
  11. Bidan melakukan tindakan pencegahaninfeksi.
  12. Menghargai privasi ibu dengan menjaga semua kerahasiaan.
  13. Membimbing dan menganjurkan ibu untuk mencoba posisi selama persalinan yang nyaman dan aman.
  14. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum saat tidak kontraksi.
  15. Menghargai dan memperbolehkan praktek-praktek tradisional yang tidak merugikan.
  16. Menghindari tindakan yang berlebihan dan membahayakan.
  17. Memberi kesempatan ibu untuk memeluk bayi segera setelah lahir dalam waktu 1 jam setelah persalinan.
  18. Membantu ibu memulai pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama setelah kelahiranbayi dengan membimbing ibu membersihkan payudara, posisi menyusui yang benar dan penyuluhan tentang manfaat ASI.
2.3.1 Asuhan Kala II  Pada  Ibu Bersalin
Menurut Sumarah (2008) asuhan Kala II meliputi :
a.    Pemantauan ibu
1)    Mengevaluasi his (kontraksi uterus) berapa kali terjadi dalam sepuluh menit (frekuensi his), lamanya his, dan kekuatan his serta kaitan antara ketiga hal tersebut dengan kemajuan persalinan.
2)    Mengkaji keadaan kandung kencing dengan menganamnese ibu dan melakukan palpasi kandung kencing untuk memastikan kandung kencing kosong.
3)    Mengevaluasi upaya meneran ibu efektif atau tidak.
4)    Pengeluaran pervaginam serta penilaian serviks meliputi effasement (pendataran serviks) dan dilatasi serviks (pembukaan).

b.    Pemantauan janin
1)    Penurunan kepala, presentasi, dan sikap.
2)    Mengkaji kepala janin adakah caput atau molase.
3)    Denyut jantung janin (DJJ) meliputi frekuensi, ritmenya, dan kekuatannya.
4)    Air ketuban meliputi warna, bau, dan volume.

Macam-Macam Posisi Meneran    
1.       Duduk atau setengah duduk
Dengan posisi ini penolong persalinan lebih leluasa dalam membantu kelahiran kepala janin serta lebih leluasa untuk dapat memperhatikan perineum.


2.       Merangkak
Posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit punggung, mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada perineum berkurang.

3.       Jongkok atau berdiri
Jongkok atau berdiri memudahkan penuran kepala janin, memperluas panggul sebesar dua puluh delapan persen lebih besar pada pintu bawah panggul, memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko terjadinya laserasi ( perlukaan jalan lahir). Dalam posisi berjongkok ataupun berdiri, seorang ibu bisa lebih mudah mengosongkan kandung kemihnya, dimana kandung kemih yang penuh akan dapat memperlambat penurunan bagian bawah janin.


 4.       Berbaring miring kekiri
Posisi berbaring miring kekiri dapat mengurangi penekanan pada vena cava inferior sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia, karena suplay oksigen tidak terganggu, dapat member suasana rileks bagi ibu yang mengalami kecapekan dan dapat pencegahan terjadinya laserasi/robekan jalan lahir.

5.       Posisi terlentang (supine)
Posisi terlentang (Gambar 4) tidak dianjurkan bagi ibu sebab dapat menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya menekan aorta, vena cava inferior serta pembuluh-pembuluh darah lain sehingga menyebabkan suplai darah ke janin menjadi berkurang, dimana akhirnya ibu dapat pingsan dan bayi mengalami fetal distress ataupun anoksia janin. Posisi ini juga menyebabkan waktu persalinan menjadi lebih lama, besar  kemungkinan terjadinya laserasi perineum dan dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.

Posisi terlentang dapat menyebabkan :  
·                     Hipotensi dapat beresiko terjadinya syok dan berkurangnya suplay oksigen dalam sirkulasi uteroplacenta sehingga  dapat menyebabkan hipoksia bagi janin.
·                     Rasa nyeri yang bertambah.
·                     Kemajuan persalinan bertambah lama.
·                     Ibu mengalami gangguan untuk bernafas.
·                     Buang air kecil terganggu.
·                     Mobilisasi ibu kurang bebas.
·                     Ibu kurang semangat.
·                     Resiko laserasi jalan lahir bertambah.
·                     Dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.

Tindakan Bidan Saat Ibu ingin Meneran
·         Anjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya selama kontraksi.
·         Jangan anjurkan untuk menahan nafas pada saat meneran.
·         Anjurkan ibu untuk berhenti meneran dan beristirahat di antara kontraksi.
·         Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ibu mungkin merasa lebih mudah untuk meneran jika ia menarik lutut ke arah dada dan menempelkan dagu ke dada.
·         Anjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
·         Jangan melakukan dorongan pada fundus untuk membantu kelahiran bayi.
Bagaimanapun juga agar ibu agar tetap tenang dan rileks, maka penolong persalinan tidak boleh mengatur posisi meneran. Penolong persalinan harus memfasilitasi ibu di dalam memilih sendiri posisi meneran dan menjelaskan alternative-alternatif posisi meneran yang dipilih ibu tidak efektif.
Berdasarkan penelitian  pilihan posisi berdasarkan keinginan ibu :
ü    Memberikan banyak manfaat
ü    Sedikit rasa sakit dan ketidaknyamanan
ü    Kala II persalinan menjadi lebih pendek
ü    Laserasi perineum lebih sedikit
ü    Lebih membantu meneran
ü    Nilai agar lebih baik

2.4 Melakukan amniotomi dan episiotomi
2.4.1 Amniotomi atau Pemecahan Selaput Ketuban
        Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput amnion dengan jalan membuat robekan kecil yang kemudian akan melebar secara spontan akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan di dalam rongga amnion (Sarwono, 2006).
Istilah Untuk Menjelaskan Penemuan Cairan Ketuban atau Selaput Ketuban
1.       Utuh (U), membran masih utuh, memberikan sedikit perlindungan kepada bayi uterus, tetapi tidak memberikan informasi tentang kondisi
2.       Jernih (J), membran pecah dan tidak ada anoksia
3.                  Mekonium (M), cairan ketuban bercampur mekonium, menunjukkan adanya anoksia/anoksia kronis pada bayi
4.                  Darah (D), cairan ketuban bercampur dengan darah, bisa menunjukkan pecahnya pembuluh darah plasenta, trauma pada serviks atau trauma bayi
5.                  Kering (K), kantung ketuban bisa menunjukkan bahwa selaput ketuban sudah lama pecah atau postmaturitas janin
Alasan Untuk Menghindari Pemecahan Ketuban Dini
·         Kemungkinan kompresi tali pusat
·         Molase yang meningkat serta kemungkinan kompresi kepala yang tidak merata
·         Tekanan yang meningkat pada janin mengakibatkan oksigenasi janin yang berkurang
Indikasi Amniotomi :
·         Jika ketuban belum pecah dan serviks telah membuka sepenuhnya
·         Akselerasi persalinan
·         Persalinan pervaginam menggunakan instrumen
Keuntungan tindakan amniotomi :
·         Untuk melakukan pengamatan ada tidaknya mekonium
·         Menentukan punctum maksimum DJJ akan lebih jelas
·         Mempermudah perekaman pada saat pemantauan janin
·         Mempercepat proses persalinan karena mempercepat proses pembukaan serviks.

Kerugian tindakan amniotomi :
·         Dapat menimbulkan trauma pada kepala janin yang mengakibatkan kecacatan pada tulang kepala akibat dari tekanan deferensial meningkat
·         Dapat menambah kompresi tali pusat akibat jumlah cairan amniotik berkurang.
Mekanisme Amniotomi
§  Saat melakukan pemeriksaan dalam, sentuh ketuban yang menonjol, pastikan kepala telah engaged dan tidak teraba adanya tali pusat atau bagian-bagian kecil janin lainnya.
§  Pegang ½ klem kocher/kelly memakai tangan kiri dan memasukan kedalam vagina dengan perlindungan 2 jari tangan kanan yang mengenakan sarung tangan hingga menyentuh elaput ketuban
§  Saat kekuatan his sedang berkurang, dengan bantuan jari-jari tangan kanan, goreskan klem ½ kocher untuk menyobek 1-2 cm hingga pecah
§  Tarik keluar klem ½ kocher/kelly dengan tangan kiri dan rendam dalam larutan klorin 0,5%. Tetap pertahankan jari-jari tangan kanan didalam vagina untuk merasakan turunnya kepala janin dan memastikan tetap tidak teraba adanya tali pusat. Keluarkan jari tangan kanan dari vagina, setelah yakin bahwa kepala turun dan tidak teraba tali pusat. Cuci dan lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik didalam larutan klorin 0,5%
§  Periksa kembali denyut jantung janin
Cara melakukan amniotomi menurut Sarwono (2006) :
1)    Persiapan alat:
·         Bengkok.
·         Setengah kocker.
·         Sarung tangan satu pasang.
·         Kapas saflon ½%.
2)    Persiapan pasien:
·         Posisi dorsal rekumbent.
3)    Persiapan pelaksanaan:
·         Memberitahu tindakan.
·         Mendekatkan Alat.
·         Memeriksakan DJJ dan mencatat pada partograf.
·         Cuci tangan dan keringkan.
·         Memakai sarung tangan pada dua tangan.
·         Melakukan periksa dalam dengan hati-hati diantara kontraksi. Meraba dengan hati-hati selaput ketuban untuk memastikan apakah kepala sudah masuk kedalam panggul dan memeriksa tali pusat atau bagian-bagian tubuh kecil janin tidak dipalpasi.Bila selaput ketuban tidak teraba diantara kontraksi, tunggu sampai ada kontraksi berikutnya sehingga selaput ketuban terdorong kedepan sehingga mudah dipalpasi.
·         Tangan kiri mengambil klem ½ kocker yang telah dipersiapkan sedemikian rupa sehingga dalam mengambilnya mudah.
·         Dengan menggunakan tangan kiri tempatkan klem ½ kocker desinfeksi tingkat tinggi atau steril dimasukkan kedalam vagina menelusuri jari tangan kanan yang yang berada didalam vagina sampai mencapai selaput ketuban.
·         Pegang ujung klem ½ kocker diantara ujung jari tangan kanan pemeriksa kemudian menggerakkan jari dengan menggerakkan jari dengan lembut dan memecahkan selaput ketuban dengan cara menggosokkan klem ½ kocker secara lembut pada selaput ketuban.
·         Kadang-kadang hal ini lebih mudah dikerjakan diantara kontraksi pada saat selaput ketuban tidak tegang. Tujuannya adalah ketika selaput ketuban dipecah air ketuban tidak nyemprot.
·         Biarkan air ketuban membasahi jari pemeriksa.
·         Ambil klem ½ kocker dengan menggunakan tangan kiri dan masukkan ke dalam larutan klorin ½% untuk dekontaminasi.
·         Jari tangan kanan pemeriksa tetap berada di dalam vagina melakukan pemeriksaan adakah tali pusat atau bagian kecil janin yang teraba dan memeriksa penurunan kepala janin.
·         Bila hasil pemeriksaan tidak didapatkan adanya tali pusat atau bagian-bagian tubuh janin yang kecil dan hasil pemeriksaan penurunan kepala sudah didapatkan, maka keluarkan tangan pemeriksa secara lembut dari dalam vagina.
·         Lakukan pemeriksaan warna cairan ketuban adakah mekonium, darah, apakah jernih.
·         Lakukan langkah-langkah gawat darurat apabila terdapat mekonium atau darah.
·         Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan kedalam larutan klorin ½ % kemudian lepaskan sarung tangan kedalam larutan klorin ½ % kemudian lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbaik dan biarkan terendam selama 10 menit.
·         Cuci tangan.
·         Periksa DJJ.
2.4.2 Episiotomi
Episiotomi adalah insisi perineum yang dimulai dari cincin vulva ke bawah, menghindari anus dan muskulus spingter serta memotong fasia pervis, muskulus konstrikter vagina, muskulus transversus perinei dan terkadang ikut terpotong serat dari muskuluslevator ani.
Episiotomi hendaknya  tidak dilakukan secara rutin karena :
·         Bila tidak tepat waktu dan prosedurnya salah, terjadi peningkatan jumlah perdarahan, laserasi derajat 3 atau 4 dan kejadian hematoma
·         Menyebabkan nyeri pasca persalinan
·         Meningkatkan resiko infeksi
Persiapan
·         Pertimbangkan indikasi episiotomi dan pastikan bahwa episiotomi penting untuk kesehatan dan kenyamanan ibu/bayi
·         Pastikan perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia dan steril
·         Gunakan teknik aseptik setiap saat, cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril
·         Jelaskan kepada ibu alasan dilakukannya episiotomi dan diskusikan prosedurnya dengan ibu, berikan dukungan dan dorongan pada ibu
Indikasi
·         Terjadi gawat janin dan persalinan mungkin harus diselesaikan dengan bantuan alat (ekstraksi cunam atau vakum)
·         Adanya penyulit (distosia bahu, persalinan sungsang)
·         Adanya perut yang menghambat proses pengeluaran bayi
Jenis episiotomi
v  Medialis
·         Otot yang terpotong
·         M. Transversa perinei
·         M. Bulbocavernosi
·         M. Bulbococcygeal
·         M. Iliococcygei
Manfaat
·         Secara anatomis lebih alamiah
·         Menghindari pembuluh-pembuluh darah dan syaraf, jadi penyembuhan tidak terlalu sakit
·         Lebih mudah dijahit karena anatomis jaringan lebih mudah
·         Nyeri saat berhubungan (dispareunia) jarang terjadi
·         Kehilangan darah lebih sedikit
·         Jarang terjadi kesalahan penyembuhan
Bahaya
·         Jika meluas bisa memanjang sampai ke spincter ani yang mengakibatkan kehilangan darah lebih banyak, lebih sulit dijahit dan jika sampai spincter ani harus dirujuk
v  Mediolateralis
Pemotongan dimuali dari garis tengah fossa vestibula vagina ke posterior ditengah antara spina ischiadica dan anus. Dilakukan pada ibu yang memiliki perineum pendek,  pernah ruptur grade 3.
Manfaat
·         Perluasan laserasi akan lebih kecil kemungkinannya menjani spincter ani
Bahaya
·         Penyembuhan terasa lebih sakit dan lama
·         Mungkin kehilangan  darah lebih banyak
·         Jika dibandingkan dengan medialis (yang tidak sampai spincter ani) lebih sulit dijahit
·         Bekas luka parut kurang baik
·         Pelebaran introitus vagina
·         Kadangkala diikuti dispareunia (nyeri saat berhubungan)
Robekan perineum dibagi atas 4 tingkatan :
·         Tingkat I : Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpamengenai kulit perineum.
·         Tingkat II :Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis tetapi tidak mengenai otot sfingter ani.
·         Tingkat III : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani.
·         Tingkat IV :Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rektum.
Cara melakukan tindakan episiotomi adalah :
1. Persiapan :
a. Peralatan
Bak steril berisi kasa, gunting episiotomy, betadin, spuit 10 ml dengan jarum ukuran minimal 22 dan panjang 4 cm, lidokain 1% tanpa epineprin. Bila  lidokain 1% tidak ada dan tersedia likokain 2% maka buatlah likokain tadi menjadi 1% dengan cara melarutkan 1 bagian lidokain 2% ditambah 1 bagian cairan garam fisiologis atau air destilasi steril. Contoh : Larutkan 5 ml lidokain 2% ke dalam 5 ml cairan garam fisiologis atau air destilasi steril.
b. Pertimbangkan secara matang tujuan episiotomi. (PERAWATAN IBU BERSALIN (Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin), Sumarah, dkk., 2009:108)
c. Pertimbangkan indikasi-indikasi untuk melakukan episiotomi dan pastikan bahwa episiotomi tersebut penting untuk keselamatan dan kenyamanan ibu dan bayi.
d. Pastikan bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia dan dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
e. Gunakan teknik aseptik setiap saat. Cuci tangan dan pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
f. Jelaskan pada ibu mengapa ia memerlukan episiotomi dan diskusikan prosedurnya dengan ibu. Berikan alasan rasional pada ibu.

2. Prosedur :
a. Tunda tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat, dan 3-4 cm kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi. Alasan: Melakukan episiotomi akan, menyebabkan perdarahan, jangan melakukannya terlalu dini.
b. Masukkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dan perineum. Kedua jari agak diregangkan dan berikan sedikit tekanan lembut ke arah luar pada perineum. Alasan: Hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan perineum sehingga membuatnya lebih mudah diepisiotomi.
c. Gunakan gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril, tempatkan gunting di tengah-tengah fourchette posterior dan gunting mengarah ke sudut yang diinginkan untuk melakukan episiotomi mediolateral. Pastikan untuk melakukan palpasi atau mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan mengarahkan gunting cukup jauh kearah samping untuk rnenghindari sfingter.
d. Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu atau dua guntingan yang mantap. Hindari “menggunting” jaringan sedikit demi sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih lama.
e. Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm ke dalam vagina.
f. Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan di lapisi kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi atau steril di antara kontraksi untuk membantu mengurangi perdarahan. Alasan: Melakukan tekanan pada luka episiotomi akan menurunkan perdarahan.
g. Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah perluasan episiotomi.
h. Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah episiotomi, perineum dan vagina mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika terjadi perluasan episiotomi atau laserasi tambahan.
Komplikasi episiotomi adalah :
·         Nyeri post partum dan dyspareunia.
·         Rasa nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien bekas episiotomi, garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan rasa sakit. Jaringan parut yang terjadi pada bekas luka episiotomi dapat menyebabkan dyspareunia apabila jahitannya terlalu erat.
·         Nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa
·         Trauma perineum posterior berat.
·         Trauma perineum anterior
·         Cedera dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses
·         Infeksi bekas episiotomi, Infeksi lokal sekitar kulit dan fasia superfisial akan mudah timbul pada bekas insisi episiotomi.
·         Gangguan dalam hubungan seksual, Jika jahitan yang tidak cukup erat, menyebabkan akan menjadi kendur dan mengurangi rasa nikmat untuk kedua pasangan saat melakukan hubungan seksual. Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi.






BAB III
PENUTUP
3.1 Ringkasan
Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang aman berdasarkan evidence based dan turut melangsungkan proses kelangsungan hidup  dan menjaga keselamatan ibu dan janin. Contoh asuhan sayang ibu diantaranya :
1.      Asuhan yang aman berdasarkan prosedur yang sudah ditetapkan
2.      Melibatkan keluarga dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan
3.      Senantiasa menjaga privasi dan kerahasiaan ibu
4.      Memberikan rasa aman semangat dan termasuk memberikan cara dan tujuan dalam setiap tindakan
5.      Ajarkan ibu untuk menyusui bayinya
6.      Menghormati setiap persalinan adalah proses yang alamiah
7.      Siapkan tindakan yang harus dilakukan jika ibu tidak bisa melahirkan dengan alamiah
Perubahan fisiologis kala II :

·         Adanya kontraksi-dorongan otot” dinding-rasa sakit yang merata menjalar dari fundus sampai kepunggung bawah penyebab nyeri
·         Peregangan servik akibat pembukaan
·         Peregangan peritonium
·         Menjaga janin karena saat kontraksi akan menyebabkan hipoksia,anoxia dan kematian janin
Ø  Segmen atas rahim  adalah terdiri dari otot polos yang menyebabkan kontraksi yang berasal dari fundus kemudian menyebar  atau fundal dominal
Ø  Segmen bawah rahim adalah tidak terlalu banyak dibentuk otot polos sehingga mekanisme berelaksasi untuk dilatasi servik sehingga pembukaan dapat terjadi dengan penipisan servik
Ø  Batas SAR dan SBR membentuk cincin lingkaran retiaksi fisiologis pada saat uterus berkontraksi terus menerus tanpa dikuti relaksasi SBR maka terbentuk lingkaran cicin partofisiologis .setelah ketuban pecah perubagan dasat panggul dihasilkan dari tekanan atau dorongan yang diberikan oleh bagian terendah janin
Ø  Eksplusi janin adalah untuk kelahiran bahu belakang kemungkinan setelah bahu  kedua lahir adalah setelah terjadinya rotasi luar bahu
Ø  Partus lama adalah pemunduran dilaktasi servik kelainan panggul
·         Kelainan letak janin
·         Kelainan panggul
·         Kelainan his
·         Pimpinan partus yang salah
·         Primitua
·         Ketuban pecah dini
Ø  Dampak persalinan lama :
A. Dampak Ibu
·         Infeksi Intrapartum
·         Ruptur uteri
·         Pembentukan vistula adalah tekanan yang berlebihan darin bagian terendah janin yang masuk ke PAP tetapi tia ada kemajuan pembukaan
·         Cidera otot panggul
B. Dampak janin
·         Kematian janin dan neonatal akibat bakteri dalan cairan amnion menembus selaput    amnion
·         Pounemia janin akibat dari aspirasi cairan amnio
Partus Lama :
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi, dan lebih dari 18 jam pada multi.
Partus kasep menurut Harjono adalah merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul gjala-gejala seperti dehidrasi, infeksi,kelelahan ibu, serta asfiksia dan kematian janin dalam kandungan (KJDK)
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks dikanan garis waspada persalinan aktif (Syarifuddin, AB.,2002).
Sedangkan pada persalinan dan kelahiran normal yaitu proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

Penyebab partus lama

Sebab-sebab terjadinya partus lama adalah multikompleks, dan tentu saja bergantung pada pengawasan selama hamil, pertolongan persalinan yang baik dan penatalaksanaannya.
Factor-faktor penyebab partus lama antara lain :
·         Kelainan letak janin
·         Kelainan-kelainan panggul
·         Kelainan his
·         Pimpinan partus yang salah
·         Janin besar atau ada kelainan kongenital
·         Primitua
·         Perut gantung, grandemulti
·         Ketuban pecah dini
Gejala yang perlu diperhatikan dalam persalinan lama, yaitu :

1.      Pada ibu
Ø  Dehidrasi
·         Tanda infeksi :
Ø  Temperatur tinggi
Ø  Nadi dan pernafasan
Ø  Abdomen meteorismus
·         Pemeriksaan abdomen :
Ø  Meteorismus
Ø  Lingkaran Bandle tinggi
Ø  Nyeri segmen bawah rahim
·         Pemeriksaan lokal vulva-vagina :
Ø  Edema vulva
Ø  Cairan ketuban berbau
Ø  Cairan ketuban bercampur mekonium
·         Pemeriksaan dalam :
Ø  Edema serviks
Ø  Bagian terendah sulit didorong ke atas
Ø  Terdapat kaput pada bagian terendah
·         Keadaan janin dalam rahim :
Ø  Asfiksia sampai terjadi kematia
·         Akhir dari persalinan lama adalah :
Ø  ruftur uteri imminen
Ø  kematian karena perdarahan, dan infeksi

2.      Pada janin

Ø  Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur bahkan negatif, air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
Ø  Kaput suksadenium yang besar.
Ø  Moulage kepala yang hebat.
Ø  Kematian janin dalam kandungan.
Ø  Kematian janin intra partal.

Penanganan umum

Apabila ibu berada pada fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada kemajuan,
lakukan pemeriksaan dengan jalan melakukan pemeriksaan serviks :
·         Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan serviks serta tidak didapatkan tanda gawat janin. Kaji ulang diagnosisnya. Kemungkinan ibu belum dalam keadaan inpartu.
·         Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan pembukaan serviks, lakukan drip oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose atau NaCl mulai dengan 8 tetes permenit, setiap 30 menit ditambah 8 tetes sampai his adekuat (maksimum 40 tetes/menit) atau diberikan preparat prostagladin. Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin, lakukan seksio sesarea.
·         Pada daerah prevalansi HIV tinggi, dianjurkan membiarkan ketuban tetap utuh selama pemberian oksitosin untuk mengurangi kemungkinan terjadi penularan HIV.
·         Bila didapatkan tanda adanya amnionitis, berikan induksi dengan oksitosin 5 U dalam 500 cc dekstore atau NaCl mulai 8 tetes permenit, seiap 15 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (maksimum 40 tetes/menit) atau diberikan preparat prostagladin, serta obati infeksi denagn ampisilin 2 gr IV sebagai dosis awal dan I dan IV setiap 6 jam dengan gentimisin 2x 80 mg.

Fase aktif yang memanjang (prolonged active phase)

Bila tidak didapatkan tanda danya CPD atau adanya obstruksi :
·         Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki dan
mempercepat kemajuan persalinan.
·         Bila ketuban intak, pecahkan ketuban.
·         Bila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang 1 cm perjam lakukan penilaian kontraksi uterusnya.

Partus macet (obstruksi)

Bila ditemukan tanda :
·         Tanda obstruksi
·         Bayi hidup lahirkan seksio sesarea
·         Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi embriotomi

Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disporposi atau obstruksi bisa
disingkirkan, penyebab paling banyak partus lama adalah kontraksi uterus yang
tidak adekuat (Maternal neonatal, 2002).

Pertolongan
Dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, manual aid pada letak sungsang, embriotomi bila janin meninggal, seksio sesarea, dan lain-lain.

Ø  Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput amnion dengan jalan membuka robekan yang kemudian akan membelah secara spontan akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan didalam rongga amnion
Ø  Indikasi Amniontomi
·         Pembukaan lengkap
·         Pada kasus solusio plasenta
·         Akselerasi persalinan
·         Persalinan pervagina dengan intrumental
Ø  Keuntungan amnion
·         Dapar mengamati ada tidaknya mekonium
·         mempercepat persalinan
·         Mempermudah pemantauan janin
Ø  Kerugian amniotomi
·         Trauma pada kepala janin
·         Menambah komprensi tali pusat
Ø  Episiotomi adalah suatu sayatan pada diding vagina agar dapat lebih lebar sehingga memudahkan keluarnya janin ,episiotomi sebenarnya tidak dilakukan tidak selalu rutin pada saat ibu melahirkan akan tetapi kalau ada indikasi.
Ø  Cairan ketuban adalah suatu cairan yang membungkus janin sehingga janin terhindar dari trauma benturan.
¥  Penjelasan mengenai cairan ketuban :
U         = Utuh
J          = Jernih
M         = Mekonium
D         = Darah
K         = Kering







REFERENSI
·         Mochtar, Rustam.1998.Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi.Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
·         Prawiroharjo, Sarwono.1982.Ilmu Kebidanan dan Kandungan.Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta.
·         Diana,Kamus Kedokteran.Serba Jaya : Surabaya.
·         DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA.2004.Asuhan Persalinan Normal :Jakarta
·         Obstetri dan Fisiologi Universitas Padjajaran Bandung.1983.Elemen : Bandung.